JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi akan lebih berfokus menelusuri indikasi pelanggaran pidana dalam tubuh Indover Bank. “Sekarang sedang kami cermati bersama,” kata auditor utama II BPK, Syafri Adnan Baharudin, di Jakarta pekan lalu.
Indover Bank merupakan anak usaha Bank Indonesia yang berada di Amsterdam, Belanda. Sejak 1 Desember 2008, bank ini dinyatakan pailit oleh pengadilan Amsterdam. Pengadilan membekukan aset dan kegiatan Indover karena gagal bayar senilai USS 92 juta. Bank ini gagal mendapat suntikan dana dari BI sebesar 546 juta euro (Rp 7,2 triliun) karena terhalang undang-undang.
Menurut Syafri, penelusuran indikasi pidana Indover akan lebih difokuskan pada praktek sesudah 2004 hingga bank ini dinyatakan pailit akhir tahun lalu. Indikasi penyimpangan pada 2004 ke bawah sudah dita-ngani oleh Kejaksaan Agung. “Yang ini saya no comment karena sudah ditangani,” katanya.
Syafri mengatakan BPK sudah merekomendasikan peringatan awal soal potensi masalah Indover Bank kepada pemerintah sejak 2006. Berdasarkan intuisinya sebagai pemeriksa, kata dia, Indover hanya akan menjadi bisul bagi pemerintah dan Bank Indonesia.
Tentang kondisi Indover, anggota V BPK Hasan Bisri, punya cerita tersendiri. Berdasarkan kunjungannya ke kantor bank ini di Amsterdam, Indover Bank menunjukkan bukan sebagai bank umum yang melayani retail. Tak ada nasabah yang datang dan pergi. “Hanya kantor yang mengelola deposito BI dalam jumlah besar untuk dipinjamkan lagi,” katanya.
Praktek yang dilakukan Indover Bank, Hasan melanjutkan, adalah menjual surat-surat berharga. Dari hasil temuan tersebut, dia dan timnya mengusulkan bank ini diamputasisaja. Tapi masukan itu terkendala oleh, salah satunya, pertimbangan historis Indover.
Sebelumnya, Ketua BPK Anwar Nasution mendesak Kejaksaan Agung mengusut Indover. Langkah itu untuk memberi pembuktian kepada otoritas Belanda yang pernah mementahkan sinyalemen Kejaksaan Agung sebelumnya tentang dugaan penyimpangan Indover.
Menurut Anwar, saat menjadi jaksa agung, Marzuki Darusman menyatakan adanya indikasi praktek pencucian uang dalam operasi Indover yang merugikan negara. “Tapi waktu itu kejaksaan tidak bisa kasih bukti,” ujarnya.
Indikasi pencucian uang yang berujung pada kebangkrutan bank tersebut cukup kuat. Salah satu indikasi itu adalah adanya setoran uang dari Indonesia yang kemudian dipinjamkan lagi ke Indonesia. “Bahkan dipinjamkan ke perusahaan yang tidak jelas,” ujarnya, wna uubi*
Koran Tempo